Kamis, 28 November 2013

MISI CALVINIS VOC DI INDONESIA



MISI CALVINIS VOC DI INDONESIA


MAKALAH
Diserahkan Untuk Memenuhi Persyaratan Dari
Mata Kuliah Sejarah Gereja Indonesia (SGI)







                                                                  Oleh
                                                            Nama : Marlince Blegur
NIM  : 010-563
Dosen: Dr. Yonas Muanley, M.Th


SEKOLAH TINGGI TEOLOGI IKSM SANTOSA ASIH
JAKARTA
2013


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Biografi Calvin
Johannes Calvin lahir dengan nama Jean Cauvin pada tanggal 10 Juli 1509 di kota
Noyon, Perancis Utara yang dikenal dengan sebutan kota uskup karena kota itu dipimpin oleh para uskup Katolik. Calvin lahir dari pasangan Gerard Cauvin dan Jeanne Lefranc. Calvin memiliki 4 saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Pada usia 3 tahun, ibunya meninggal sehingga ia menjadi seorang piatu. Sedangkan bapaknya meninggal bulan Mei 1531 pada saat ia berusia 20 tahun.
Calvinis adalah nama yang dikenakan pada gereja-gereja penganut ajaran Johannes Calvin, sang Reformator Gereja. Sulit ditentukan dengan pasti kapan awal kemunculan aliran Calvinis ini. Sebab hingga aliran ini diberi nama Calvinis, prosesnya cukup panjang dan rumit pula. Jika kita mengacu pada “pembakuan” ajaran Calvin, tahun 1536 dapat disebut sebagai awal kemunculan aliran Calvinis. Sebab pada tahun tersebut muncul suatu karya besar dari Calvin sendiri yang berjudul Relegious Christianae Institutio, disingkat Institutio. Kitab inilah yang di kemudian hari menjadi ciri dan sekaligus pusat teologi Calvinis. Tetapi jika kita mengacu pada kelembagaan/organisasi, tahun 1559 dapat disebut pula sebagai awal kemunculan aliran Calvinis. Sebab pada tahun tersebut Sidang Sinode pertama para pengikut
Calvin diadakan di Perancis. Aliran Calvinis ini pertama kali bertumbuh dan berkembang di Swiss dan Perancis. Tetapi perkembangan pesat aliran ini justru terjadi di Belanda. Perlu dicatat bahwa berbeda dengan Gereja Lutheran, tidak ada satu pun gereja pengikut Calvin yang menamakan dirinya Gereja Calvinis. Pada umumnya mereka menamakan diri Gereja Reformed. Ada pula yang menamakan diri Gereja Presbyterian, dan ada pula yang menamakan diri Gereja Congregational.
B.  Tujuan Penulisan
Tujuan  dari  penulisan  makalah  ini  adalah  sebagai berikut : Dapat mengetahui sejauh mana Misi Calvinis Di Indonesia Missi Di Indonesia.  Selain itu makalah ini juga ditujukan sebagai persyaratan mata kuliah yang diajar oleh Dosen Dr. Yonas Muanley M.Th

BAB II
MISI CALVINIS DI INDONESIA
kegiatan Missi di Indonesia, 1522-1677

A.  Keadaan di Indonesia Sekitar Tahun 1500
Sekitar tahun 1500 belum ada kesatuan politis bernama ”Indonesia”. Pada zaman itu, wilayah negara Indonesia yang sekarang masih merupakan sebagian dunia pulau-pulau, Kepulauan Nusantara, yang terletak antara daratan Asia dan benua Australia. Di dunia ini berbagai kerajaan muncul dan tenggelam lagi. Dengan kekecualian beberapa daerah terpencil saja, kerajaan-kerajaan ini ber­hubungan dengan dunia luas lewat jalur-jalur perdagangan. Barang-barang ekspor yang terkenal ialah lada dari Aceh, dan cengkih serta pala dari Maluku Utara. Lewat serangkaian pelabuhan di Asia Tenggara, India, dan Timur Tengah, rempah-rempah itu diangkut ke Eropa. Lewat jalur itu juga masuklah gagasan-gagasan baru dan teknologi baru.
Sejak awal tarikh Masehi, agama Hindu dan Buddha, yang datang dari India, mempunyai pengaruh besar, khususnya di Sumatera dan Jawa. Tetapi, di daerah lain pola hidup masih ditentukan oleh agama tradisional suku-suku Melayu-Polinesia. Mulai tahun 1300, agama Islam, yang dibawa oleh saudagar-saudagar dari India Barat, memperoleh kedudukan yang semakin kuat. Agama itu masuk lebih dahulu ke Aceh, dan dari sana meluas ke selatan dan timur. Sekitar tahun 1525 seluruh pantai utara dan sebagian besar pedalaman Pulau Jawa sudah dikuasai oleh raja-raja Islam. Agama Islam tertanam juga di pesisir Sumatera dan sebagian Kalimantan. Tetapi keadaan alam kedua pulau besar ini menyebabkan baru dalam abad ke-19 agama tersebut dapat masuk di pedalaman. Dari Jawa, Islam melompat ke Maluku dan ke Mindanao Selatan dengan melewatkan Pulau Sulawesi (Makasar baru masuk Islam tahun 1605).
Karena Missi Katolik dan di kemudian hari Gereja Protestan paling berkembang di Indonesia Timur, keadaan di sana, khususnya di Maluku, hendak digambarkan lebih terinci. Wilayah Maluku terpecah belah dari sudut etnis, politis, dan religius. Penduduknya termasuk pelbagai suku, yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri. Di kawasan Maluku Utara terdapat beberapa kerajaan, antara lain Ternate dan Tidore. Di bagian lain Maluku tiap-tiap kampung berdiri sendiri, tetapi pengaruh Ternate dan Tidore semakin meluas. Mulai dari paroan kedua abad ke-15, sebagian orang Maluku menerima agama Islam, khususnya para raja di utara, yang kemudian menyandang gelar sultan, dan penduduk jazirah Hitu di Pulau Ambon. Tetapi sebagian lagi berpegang pada agama suku, antara lain sebagian besar penduduk Halmahera dan kampung-kampung di jazirah Leitimor. Akhirnya perlu disebut bahwa penduduk Maluku terbagi menurut pola dualistis, yang memper­ten­tangkan golongan Patasiwa dan Patalima. Ternate termasuk kaum Patalima, Tidore kaum Patasiwa. Keadaan ini melahirkan peperangan terus-menerus. Di tengah dunia yang bergejolak ini, orang Portugis yang masuk pada awal abad ke-16 hanya merupakan satu kekuatan di tengah begitu banyak kekuatan lain; mereka tidak dapat menentukan sendiri haluan yang hendak mereka tempuh, tetapi lebih banyak harus bereaksi terhadap aksi pihak lain.

B.  Masuknya Agama Kristen
Permulaan sejarah agama Kristen di Indonesia tidak sama dengan permulaan sejarah Gereja Protestan. Pada tahun 1605 agama Kristen sudah tidak lagi merupakan barang asing di Kepulauan Nusantara. Mung­kin sekali pedagang-pedagang Kristen dari Khalifat Arab atau dari India Selatan menginjakkan kaki di Indonesia mulai dari abad ke-7 atau ke-8 M. Pada tahun 1323-1324 seorang anggota Ordo Fransiskan, Oderico de Pordenone, mengunjungi Kalimantan, istana Majapahit, dan Sumatera. Dua puluh tahun kemudian seorang utusan Sri Paus bertemu dengan sejumlah orang Kristen di Sumatera [SGA I, 34v]. Akan tetapi, pada zaman ini agama Kristen belum berakar di bumi Indonesia. Jemaat-jemaat yang mungkin ada tidak meninggalkan bekas, dan bagaimanapun hanya terdiri atas pendatang.
Sebaliknya, perluasan agama Kristen yang berlangsung dalam abad ke-16 meletakkan dasar gereja yang berdiri hingga sekarang. Sekitar tahun 1500 missi Katolik Roma masuk berbarengan dengan prajurit dan pedagang Portugis dan Spanyol. Pada zaman itu orang Spanyol dan Portugal baru saja berhasil mengusir penguasa Arab dari Eropa, tetapi kerajaan-kerajaan Islam di Afrika Utara tetap merupakan ancaman bagi keamanan Eropa Selatan. Pada waktu itu juga orang Turki melancarkan serangan yang hebat atas nama Islam di Eropa Tenggara. Mereka menaklukkan negara-negara Kristen di semenanjung Balkan dan pada tahun 1529 malah menyerbu negeri Jerman. Orang Eropa merasa terkepung, dan berupaya melakukan serangan balasan dengan cara bergerak melingkar. Dengan cara itu mereka berharap juga mendapat akses langsung ke daerah-daerah asal barang-barang mewah yang selama itu mencapai Eropa lewat pengantara di Hindia dan Mesir atau Turki. Maka mereka menjelajahi lautan mencari jalan ke ”Hindia”, yang terletak di belakang kubu Turki. Bagi mereka, Hindia itu negeri dongeng, sumber kekayaan yang tidak terbayangkan. Sambil berlayar ke arah barat, orang Spanyol menemukan Amerika, yang mula-mula mereka sangka adalah ”Hindia” (sehingga penduduk asli disebut ”Indian”). Beberapa tahun kemudian, orang Portugis berhasil mencapai ”Hindia” yang sebenarnya, yaitu kawasan Lautan Hindia, dan segera memulai perang militer dan ekonomis melawan orang Islam di sana, yang mereka pandang sebagi sekutu orang Turki. Mereka tidak cukup kuat untuk menjajah wilayah yang luas, tetapi hanya merebut atau mendirikan serangkaian benteng di sepanjang jalur perdagangan yang terbentang dari India hingga Indonesia Timur dan Tiongkok. Benteng-benteng utama ialah Goa (di pantai barat India), Malaka (di wilayah Malaysia sekarang), Ternate dan Solor (lepas pantai Flores), serta Macao (lepas pantai Cina). Dari pangkalan mereka di Amerika, orang Spanyol menjajah dan mengkristenkan wilayah Filipina Utara dan Tengah. Di kemudian hari, pengaruh mereka meluas ke pulau-pulau Sangihe dan Maluku Utara.
Jelas bahwa dalam kegiatan orang Eropa di Indonesia, khususnya orang Portugis, motif agama, motif militer, dan motif perdagangan terjalin. Maka benteng-benteng mereka mempunyai fungsi rangkap. Di dalamnya terdapat tangsi militer, gudang untuk barang dagangan, dan sebuah gedung gereja. Para imam melayani para prajurit dan saudagar di dalam benteng. Adakalanya mereka juga keluar untuk membawa agama Kristen kepada orang pribumi yang tinggal sekitar benteng itu. Tetapi pada umumnya penyebaran Injil tidak menjadi tujuan utama mereka. Kata salah seorang pejabat tinggi Portugis dari zaman itu: ”Mereka datang dengan salib di satu tangan dan dengan pedang di tangan lain. Tetapi ketika mereka menemukan kekayaan, mereka segera mengesampingkan salib dan mengisi kantong mereka”. Kelompok yang paling aktif menjalankan karya missi ialah kaum rohaniwan anggota ordo, khususnya anggota Serikat Yesus (SJ) yang bekerja di Asia sejak tahun 1540-an. Di samping mereka, Ordo Fransiskan dan Ordo Dominikan juga perlu disebut.


C.  Peletakan Dasar Gereja Kristen
Di sini kita hanya memberi garis besar sejarah missi Katolik dalam abad ke-16 dan ke-17. Yang ingin mengetahui seluk-beluknya dapat mencarinya dalam karya Sejarah Gereja Katolik di Indonesia, jilid I, dan dalam Ragi Carita I. Kita akan berturut-turut membahas perkembangan di bagian barat Nusantara dan di Indonesia Timur.
Pada masa orang Portugis tiba di Nusantara, penduduk daerah pesisir Sumatera dan Jawa sudah masuk Islam. Lagi pula, dari sudut politik mereka relatif kompak; mereka telah membentuk kerajaan-kerajaan yang kuat dengan wilayah yang relatif besar, seperti Aceh, Johor, Banten, dan Demak. Oleh karena itu, Missi tidak berhasil mendapat tempat berpijak di sana. Hanya di kota Malaka, yang pada kurun masa 1511-1641 merupakan benteng utama Portugis di sebelah timur Goa, terdapat jemaat Kristen yang agak besar, yang dikepalai seorang uskup. Tetapi jemaat ini terdiri atas pendatang dari Eropa dan keturunan mereka. Di tempat lain di bagian barat Kepulauan Nusantara tidak pernah ada jemaat yang mantap. Dalam tahun 1580-an ada missi di bagian Jawa Timur yang masih beragama Hindu; satu abad kemudian seorang pater dari Italia bernama Ventimiglia berhasil menembus ke pedalaman Kalimantan Selatan. Tetapi kedua usaha itu gagal.
Perkembangan di Indonesia Timur lain. Sebagaimana telah dijelaskan di depan, di sana orang Portugis tidak dapat menentukan sendiri haluan yang hendak mereka tempuh, tetapi lebih banyak harus bereaksi terhadap aksi pihak lain. Demikian juga halnya dengan missi mereka. Agama Kristen memang berhasil ditanamkan di Indonesia Timur. Hanya, cara perluasannya tidak seperti padi atau tanaman pangan lain, yang ditanam secara berencana, tetapi lebih banyak seperti rumput-rumputan yang tumbuh di mana saja benihnya dibawa oleh angin atau burung. Serikat Yesus mencoba menyebarkan Injil dengan lebih teratur. Tetapi di tengah badai peperangan, mereka pun tidak berhasil menanamkan jemaat-jemaat di daerah-daerah baru. Di kemudian hari, di Tiongkok, Jepang, dan India, orang Yesuit dan anggota ordo lainnya menunjukkan bahwa mereka sanggup membangun gereja yang mantap, asal saja mereka dapat bekerja dalam suasana damai.
Pada tahun 1522, tidak sampai setengah abad sesudah Islam masuk di Ternate, orang Portugis mendirikan benteng di pulau itu. Dengan demikian, untuk sementara waktu mereka menjadi sekutu orang Ternate (yang beragama Islam). Dalam tahun-tahun berikutnya beberapa pembesar Ternate berhasil dibaptis, tetapi dinasti kerajaan dan massa rakyat tetap berpegang pada agama Islam, yang mereka anut sejak tahun 1473. Jemaat Kristen di Ternate tetap ”jemaat benteng”. Tetapi di beberapa daerah lain lahir jemaat-jemaat Kristen pribumi. Baiklah kita menyadari bahwa jemaat-jemaat ini merupakan hasil prakarsa orang Maluku sendiri. Di Halmahera, penduduk sejumlah kampung di pantai timur pulau itu meminta agar orang Portugis di Ternate melindungi mereka dari musuh dan menerima agama para pelindung mereka (1534). Mereka diberi pengajaran agama ala kadarnya, kemudian dibaptis dan diberi nama baru, yaitu nama Portugis. Dengan demikian, pola konversi ke agama Kristen mirip konversi ke agama Islam.
Pada jangka panjang, jemaat-jemaat Kristen di Halmahera tidak dapat bertahan, karena mulai tahun 1570 berkobar perang antara Ternate dan orang Portugis, yang telah membunuh Sultan Ternate, Hairun. Pembunuhan itu menyebabkan persekutuan yang lama berbalik menjadi permusuhan, dan alasan politis yang digambarkan di atas sudah tidak berlaku lagi. Jemaat benteng di Ternate disapu bersih bersama bentengnya, dan di Halmahera pun agama Kristen tidak dapat bertahan. Akan tetapi, sementara itu benih Kristen berhasil ditanamkan di Ambon. Sekitar tahun 1510 Islam dibawa ke Hitu dari Jawa. Pada tahun 1538, Sultan Ternate (Islam) dengan bantuan sekutunya orang Portugis (Kristen), menyerang orang Hitu (yang Islam), yang dibantu oleh armada dari Jawa. Orang Hitu dikalahkan. Lalu sejumlah kampung di sekitar Teluk Ambon, yang belum masuk Islam, meminta bantuan orang Portugis. Mereka juga dengan sendirinya menerima agama sahabat mereka.
Di kemudian hari agama Kristen meluas ke kampung-kampung lain di Ambon dan Lease. Sama seperti orang Kristen di Halmahera, yang di Ambon tidak dapat hidup damai. Mereka terus-menerus harus menahan serangan dari pihak Ternate dan Hitu, dan mereka harus membantu Tidore dalam peperangannya melawan Ternate. Tetapi, berbeda dengan Halmahera, di Ambon agama Kristen dapat bertahan dan di kemudian hari juga meluas.
Agama Kristen menyebar juga ke Sulawesi Utara dan Kepulauan Sangihe. Pada tahun 1563 Raja Manado dan sejumlah rakyatnya dibaptis. Raja Siau kebetulan sedang berkunjung ke sana dan ikut dibaptis; penduduk Pulau Siau sendiri menyusul beberapa tahun kemudian. Tetapi karena orang Portugis semakin terdesak oleh Ternate, benih ini tidak dapat dipelihara. Baru dalam abad ke-17, ketika orang Spanyol dari Filipina memperluas pengaruh mereka ke kawasan ini, berhasil dibentuk jemaat-jemaat yang agak mantap.
Agama Kristen juga tersebar di satu wilayah yang terletak di luar lingkungan pengaruh Sultan Ternate, yaitu di Nusa Tenggara Timur. Daerah ini penting bagi para pedagang Portugis karena menghasilkan kayu cendana, yang sangat laku di India dan Tiongkok. Pada tahun 1556 lima ribu orang dibaptis di Pulau Timor. Lahirlah jemaat-jemaat Kristen di Flores dan di beberapa pulau lain. Di sini Ordo Dominikan yang aktif. Mereka mendirikan semacam negara religius, dengan pusat di Pulau Solor. Benteng di Solor pun merekalah yang membangunnya. Di daerah ini juga kelompok Kristen terlibat dalam peperangan dan sering diserang oleh kekuatan dari luar. Tetapi mereka bertahan dan bertumbuh menjadi semacam daerah kantong Portugis di Asia Tenggara.
Dengan demikian, penyebaran agama Kristen dalam abad ke-16 merupakan awal sejarah agama itu di Indonesia. Kita menyebut beberapa cirinya. (1) Agama Kristen tidak dipaksakan kepada orang Indonesia, tetapi diterima oleh mereka berdasarkan berbagai pertimbangan politis, ekonomis, etnologis, militer. (2) Maka penyebaran agama Kristen tidak merupakan fenomena religius semata, tetapi terjalin dengan berbagai faktor lain. (3) Titik berat jemaah Kristen terdapat di Indonesia Timur. (4) Bagi penganutnya, agama Kristen bukan unsur asing, melainkan milik sendiri. Agama dan budaya asli serta agama yang baru berpadu menjadi identitas baru. (5) Orang Kristen bersedia memper­tahan­kan dan membela identitas mereka yang baru itu terhadap segala musuhnya. Zaman itu pun meng­hasil­kan saksi iman yang bersedia mati karena imannya.

D.  Jalan Masuk dan Perkembangannya di Indonesia
Sama seperti aliran Lutheran, aliran Calvinis ini masuk ke Indonesia pertama kali bersamaan dengan datangnya orang-orang Belanda/VOC ke Indonesia pada permulaan abad ke-17. Sebagian besar pegawai VOC adalah orang-orang Kristen Protestan-Calvinis, dan mereka inilah yang pertama kali mendirikan Gereja yang beraliran Calvinis di Indonesia. Di kemudian hari (mulai abad ke-18), aliran gereja ini masuk dengan lebih deras lagi ke Indonesia berbarengan dengan datangnya zending-zending Protestan dari Negeri Belanda. Hasil dari pekerjaan zending-zending ini adalah berdirinya sejumlah besar gereja di Indonesia (khususnya di Indonesia bagian Timur) yang menyatakan diri beraliran Calvinis.
Dari segi kuantitas, aliran Calvinis ini memiliki penganut terbesar di antara gereja-gereja di Indonesia. Paling tidak hal ini dapat dilihat dari jumlah gereja anggota PGI. Di antara 68 gereja anggota PGI (sampai dengan 1993), sekurang-kurangnya separuh dari mereka mengaku sebagai Calvinis. Beberapa di antaranya yang dapat dicatat di sini ialah: GPM, GMIM, GMIT, GPIB, GBKP, GKI (Jabar, Jateng, Jatim), GKP, GKJ, GKJW, GKPB, GKS, GMIST, GKST, Gereja Toraja, GTM, GKSS, GEPSULTRA, GMIH.

E.  Pengaruh Calvin dan Ajarannya
Sebagaimana praktik Calvin di Jenewa, terbitan-terbitannya menyebarkan gagasan-gagasannya tentang bagaimana Gereja Reformasi yang benar itu ke banyak gereja dan pemerintahan di bagian Eropa. Calvinisme menjadi sistem teologi dari mayoritas Gereja Kristen di Skotlandia, Belanda, dan bagian-bagian tertentu dari Jerman dan berpengaruh di Prancis, Hongaria (khususnya di Transilvania dan Polandia).
Perkembangan yang cepat itu bukan saja oleh Akademi dan tulisan-tulisannya tetapi juga melalui surat menyurat dengan para pemimpin reformasi di Negara lain, dengan raja-raja dan pembesar-pembesar dunia. Dengan demikian Jenewa menjadi pangkalan baru untuk pembaruan gereja. Hal ini terbukti dalam beberapa dekade, Jenewa sudah berubah menjadi apa yang disebut oleh John Knox sebagai ”Sekolah Kristus yang paling sempurna yang pernah ada semenjak zaman para rasul”.
Pengaruh Calvin atau Calvinisme di Indonesia dimulai pada saat orang-orang Belanda mendirikan satu kongsi dagang yang diberi nama “Verenigde Oostindicche Compagnie (VOC). Badan ini diberi hak oleh Dewan Kota sebagai pemerintah yang berdaulat. Hak yang diberikan kepada VOC untuk bertindak sebagai pemerintah yang berdaulat, menyiratkan bahwa VOC harus melakukan apa yang menurut pemahaman Calvinis yang dicantumkan dalam pasal 36 Pengakuan Iman Belanda, wajib dilakukan oleh pemerintah Kristen. Namun karena beberapa kendala maka pada zaman VOC, gereja yang ditanam adalah gereja Calvinis. Namun Calvinisme itu tidak berakar dalam dan kurang memberi warna khusus pada kekristenan di Indonesia.
Saat VOC dibubarkan, gereja berada dalam keadaan yang menyedihkan karena tidak ada lagi pemberitaan Injil kepada orang-orang pribumi. Namun sekarang pekabaran Injil kepada orang-orang Indonesia mengalami perkembangan, dan pengaruh Calvinisme tetap terasa dalam gereja-gereja di Indonesia. Pengaruh yang terlihat nyata dalam gereja-gereja di Indonesia adalah masih terlihat gereja-gereja yang bercorak Calvinis dengan ajrannya yang ketat, serta pemerintahan gereja yang diadopsi dari pemerintahan yang ditetapkan oleh Calvin di Jenewa.




BAB III
KESIMPULAN
Signifikansi misi gereja yang dapat diteladani dari Calvin adalah penekanannya terhadap ajaran-ajaran Kristen yang alkitabiah kepada jemaat melalui khotbah-khotbah dan juga pengajaran-pengajaran. Gereja bertanggung jawab untuk mendidik jemaat sehingga dalam seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lain-lain terpancar kemuliaan Tuhan, karena Tuhan bertakhta dalam segala aspek kehidupan manusia.
Satu karya besar dari Calvin yang menjadi harta gereja adalah buku Institutio (Pengajaran Agama Kristen) yang menjadi pedoman pengajaran iman Kristen. Misi Calvin untuk gereja dan jemaat telah tertuang dalam buku itu. Oleh karena itu, dalam menjalankan misi Tuhan, kita harus tetap mempertahankan ajaran yang alkitabiah agar gereja tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai ajaran yang menyesatkan di zaman akhir ini. Misi calvin adalah mengembalikan gereja kepada kebenaran pada zaman dan dalalm konteksnya, maka misi kita pada zaman akhir ini juga adalah tetap mempertahankan ajaran gereja yang Alkitabiah dan mengembalikan gereja yang mulai keluar dari kebenaran yang Alkitabiah kepada dasar ajaran yang alkitabiah yaitu para rasul.
            Gereja Gereformeerd pada zaman VOC menerima warisan Missi dan mengonsolidasikannya. Kehidupan rohani warga gereja merupakan hasil perjumpaan dunia tradisional Indonesia dengan alam pikiran Eropa pada zaman pra-Pencerahan. Agama dan budaya asli serta agama Kristen Eropa ini berpadu menjadi identitas baru. Dengan demikian, agama Kristen menjadi bagian jatidiri penduduk daerah yang bersangkutan. Maka pada akhir abad ke-18 agama Kristen sungguh berurat berakar, paling tidak di daerah ”pusat”, seperti Maluku Tengah. Gereja memiliki prasarana berupa gedung-gedung gereja yang kokoh dan kepustakaan Kristen, antara lain terjemahan Alkitab dalam bahasa Melayu. Mulai dari abad ke-17, warga gereja berkebangsaan Indonesia turut aktif mengabarkan Injil, baik di daerah mereka sendiri maupun di daerah lain.
                               

KEPUSTAKAAN
Christian de Jonge. Apa itu Calvinisme, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003
I. H. Enklaar,  Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996
Th. van den End.  Institutio (Pengajaran Agama Kristen), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar