MISI
CALVINIS VOC DI INDONESIA
MAKALAH
Diserahkan Untuk
Memenuhi Persyaratan Dari
Mata Kuliah
Sejarah Gereja Indonesia (SGI)

Oleh
Nama : Marlince Blegur
NIM : 010-563
Dosen: Dr. Yonas
Muanley, M.Th
SEKOLAH
TINGGI TEOLOGI IKSM SANTOSA ASIH
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Biografi Calvin
Johannes Calvin lahir dengan nama
Jean Cauvin pada tanggal 10 Juli 1509 di kota
Noyon, Perancis Utara yang dikenal
dengan sebutan kota uskup karena kota itu dipimpin oleh para uskup Katolik.
Calvin lahir dari pasangan Gerard Cauvin dan Jeanne Lefranc. Calvin memiliki 4
saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Pada usia 3 tahun, ibunya
meninggal sehingga ia menjadi seorang piatu. Sedangkan bapaknya meninggal bulan
Mei 1531 pada saat ia berusia 20 tahun.
Calvinis adalah nama yang dikenakan pada
gereja-gereja penganut ajaran Johannes Calvin, sang Reformator Gereja. Sulit
ditentukan dengan pasti kapan awal kemunculan aliran Calvinis ini. Sebab hingga
aliran ini diberi nama Calvinis, prosesnya cukup panjang dan rumit pula. Jika
kita mengacu pada “pembakuan” ajaran Calvin, tahun 1536 dapat disebut sebagai
awal kemunculan aliran Calvinis. Sebab pada tahun tersebut muncul suatu karya
besar dari Calvin sendiri yang berjudul Relegious Christianae Institutio,
disingkat Institutio. Kitab inilah yang di kemudian hari menjadi ciri dan
sekaligus pusat teologi Calvinis. Tetapi jika kita mengacu pada
kelembagaan/organisasi, tahun 1559 dapat disebut pula sebagai awal kemunculan
aliran Calvinis. Sebab pada tahun tersebut Sidang Sinode pertama para pengikut
Calvin diadakan di Perancis. Aliran
Calvinis ini pertama kali bertumbuh dan berkembang di Swiss dan Perancis.
Tetapi perkembangan pesat aliran ini justru terjadi di Belanda. Perlu dicatat
bahwa berbeda dengan Gereja Lutheran, tidak ada satu pun gereja pengikut Calvin
yang menamakan dirinya Gereja Calvinis. Pada umumnya mereka menamakan diri
Gereja Reformed. Ada pula yang menamakan diri Gereja Presbyterian, dan ada pula
yang menamakan diri Gereja Congregational.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut : Dapat
mengetahui sejauh mana Misi Calvinis Di Indonesia Missi Di Indonesia. Selain
itu makalah ini juga ditujukan sebagai persyaratan mata kuliah yang diajar oleh
Dosen Dr. Yonas Muanley M.Th
BAB II
MISI
CALVINIS DI INDONESIA
kegiatan
Missi di Indonesia, 1522-1677
A. Keadaan di
Indonesia Sekitar Tahun 1500
Sekitar tahun 1500 belum ada
kesatuan politis bernama ”Indonesia”. Pada zaman itu, wilayah negara Indonesia
yang sekarang masih merupakan sebagian dunia pulau-pulau, Kepulauan Nusantara,
yang terletak antara daratan Asia dan benua Australia. Di dunia ini berbagai
kerajaan muncul dan tenggelam lagi. Dengan kekecualian beberapa daerah
terpencil saja, kerajaan-kerajaan ini berhubungan dengan dunia luas lewat
jalur-jalur perdagangan. Barang-barang ekspor yang terkenal ialah lada dari
Aceh, dan cengkih serta pala dari Maluku Utara. Lewat serangkaian pelabuhan di
Asia Tenggara, India, dan Timur Tengah, rempah-rempah itu diangkut ke Eropa.
Lewat jalur itu juga masuklah gagasan-gagasan baru dan teknologi baru.
Sejak awal tarikh Masehi, agama
Hindu dan Buddha, yang datang dari India, mempunyai pengaruh besar, khususnya
di Sumatera dan Jawa. Tetapi, di daerah lain pola hidup masih ditentukan oleh
agama tradisional suku-suku Melayu-Polinesia. Mulai tahun 1300, agama Islam,
yang dibawa oleh saudagar-saudagar dari India Barat, memperoleh kedudukan yang
semakin kuat. Agama itu masuk lebih dahulu ke Aceh, dan dari sana meluas ke
selatan dan timur. Sekitar tahun 1525 seluruh pantai utara dan sebagian besar
pedalaman Pulau Jawa sudah dikuasai oleh raja-raja Islam. Agama Islam tertanam
juga di pesisir Sumatera dan sebagian Kalimantan. Tetapi keadaan alam kedua
pulau besar ini menyebabkan baru dalam abad ke-19 agama tersebut dapat masuk di
pedalaman. Dari Jawa, Islam melompat ke Maluku dan ke Mindanao Selatan dengan
melewatkan Pulau Sulawesi (Makasar baru masuk Islam tahun 1605).
Karena Missi Katolik dan di kemudian
hari Gereja Protestan paling berkembang di Indonesia Timur, keadaan di sana,
khususnya di Maluku, hendak digambarkan lebih terinci. Wilayah Maluku
terpecah belah dari sudut etnis, politis, dan religius. Penduduknya termasuk
pelbagai suku, yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri. Di kawasan Maluku
Utara terdapat beberapa kerajaan, antara lain Ternate dan Tidore. Di bagian
lain Maluku tiap-tiap kampung berdiri sendiri, tetapi pengaruh Ternate dan
Tidore semakin meluas. Mulai dari paroan kedua abad ke-15, sebagian orang
Maluku menerima agama Islam, khususnya para raja di utara, yang kemudian
menyandang gelar sultan, dan penduduk jazirah Hitu di Pulau Ambon.
Tetapi sebagian lagi berpegang pada agama suku, antara lain sebagian besar
penduduk Halmahera dan kampung-kampung di jazirah Leitimor. Akhirnya perlu
disebut bahwa penduduk Maluku terbagi menurut pola dualistis, yang mempertentangkan
golongan Patasiwa dan Patalima. Ternate termasuk kaum Patalima,
Tidore kaum Patasiwa. Keadaan ini melahirkan peperangan terus-menerus. Di
tengah dunia yang bergejolak ini, orang Portugis yang masuk pada awal abad
ke-16 hanya merupakan satu kekuatan di tengah begitu banyak kekuatan lain;
mereka tidak dapat menentukan sendiri haluan yang hendak mereka tempuh, tetapi
lebih banyak harus bereaksi terhadap aksi pihak lain.
B. Masuknya
Agama Kristen
Permulaan sejarah agama Kristen di
Indonesia tidak sama dengan permulaan sejarah Gereja Protestan. Pada tahun 1605
agama Kristen sudah tidak lagi merupakan barang asing di Kepulauan Nusantara.
Mungkin sekali pedagang-pedagang Kristen dari Khalifat Arab atau dari India
Selatan menginjakkan kaki di Indonesia mulai dari abad ke-7 atau ke-8 M. Pada
tahun 1323-1324 seorang anggota Ordo Fransiskan, Oderico de Pordenone,
mengunjungi Kalimantan, istana Majapahit, dan Sumatera. Dua puluh tahun
kemudian seorang utusan Sri Paus bertemu dengan sejumlah orang Kristen di
Sumatera [SGA I, 34v]. Akan tetapi, pada zaman ini agama Kristen belum berakar
di bumi Indonesia. Jemaat-jemaat yang mungkin ada tidak meninggalkan bekas, dan
bagaimanapun hanya terdiri atas pendatang.
Sebaliknya, perluasan agama Kristen
yang berlangsung dalam abad ke-16 meletakkan dasar gereja yang berdiri hingga
sekarang. Sekitar tahun 1500 missi Katolik Roma masuk berbarengan dengan
prajurit dan pedagang Portugis dan Spanyol. Pada zaman itu orang Spanyol dan
Portugal baru saja berhasil mengusir penguasa Arab dari Eropa, tetapi kerajaan-kerajaan
Islam di Afrika Utara tetap merupakan ancaman bagi keamanan Eropa Selatan. Pada
waktu itu juga orang Turki melancarkan serangan yang hebat atas nama Islam di
Eropa Tenggara. Mereka menaklukkan negara-negara Kristen di semenanjung Balkan
dan pada tahun 1529 malah menyerbu negeri Jerman. Orang Eropa merasa terkepung,
dan berupaya melakukan serangan balasan dengan cara bergerak melingkar. Dengan
cara itu mereka berharap juga mendapat akses langsung ke daerah-daerah asal
barang-barang mewah yang selama itu mencapai Eropa lewat pengantara di Hindia
dan Mesir atau Turki. Maka mereka menjelajahi lautan mencari jalan ke ”Hindia”,
yang terletak di belakang kubu Turki. Bagi mereka, Hindia itu negeri dongeng,
sumber kekayaan yang tidak terbayangkan. Sambil berlayar ke arah barat, orang
Spanyol menemukan Amerika, yang mula-mula mereka sangka adalah ”Hindia”
(sehingga penduduk asli disebut ”Indian”). Beberapa tahun kemudian, orang
Portugis berhasil mencapai ”Hindia” yang sebenarnya, yaitu kawasan Lautan Hindia,
dan segera memulai perang militer dan ekonomis melawan orang Islam di sana,
yang mereka pandang sebagi sekutu orang Turki. Mereka tidak cukup kuat untuk
menjajah wilayah yang luas, tetapi hanya merebut atau mendirikan serangkaian
benteng di sepanjang jalur perdagangan yang terbentang dari India hingga
Indonesia Timur dan Tiongkok. Benteng-benteng utama ialah Goa (di pantai barat
India), Malaka (di wilayah Malaysia sekarang), Ternate dan Solor (lepas pantai
Flores), serta Macao (lepas pantai Cina). Dari pangkalan mereka di Amerika,
orang Spanyol menjajah dan mengkristenkan wilayah Filipina Utara dan Tengah. Di
kemudian hari, pengaruh mereka meluas ke pulau-pulau Sangihe dan Maluku Utara.
Jelas bahwa dalam kegiatan orang
Eropa di Indonesia, khususnya orang Portugis, motif agama, motif militer, dan
motif perdagangan terjalin. Maka benteng-benteng mereka mempunyai fungsi
rangkap. Di dalamnya terdapat tangsi militer, gudang untuk barang dagangan, dan
sebuah gedung gereja. Para imam melayani para prajurit dan saudagar di dalam
benteng. Adakalanya mereka juga keluar untuk membawa agama Kristen kepada orang
pribumi yang tinggal sekitar benteng itu. Tetapi pada umumnya penyebaran Injil
tidak menjadi tujuan utama mereka. Kata salah seorang pejabat tinggi Portugis
dari zaman itu: ”Mereka datang dengan salib di satu tangan dan dengan pedang di
tangan lain. Tetapi ketika mereka menemukan kekayaan, mereka segera
mengesampingkan salib dan mengisi kantong mereka”. Kelompok yang paling aktif
menjalankan karya missi ialah kaum rohaniwan anggota ordo, khususnya anggota
Serikat Yesus (SJ) yang bekerja di Asia sejak tahun 1540-an. Di samping mereka,
Ordo Fransiskan dan Ordo Dominikan juga perlu disebut.
C. Peletakan
Dasar Gereja Kristen
Di sini kita hanya memberi garis
besar sejarah missi Katolik dalam abad ke-16 dan ke-17. Yang ingin mengetahui
seluk-beluknya dapat mencarinya dalam karya Sejarah Gereja Katolik di
Indonesia, jilid I, dan dalam Ragi Carita I. Kita akan
berturut-turut membahas perkembangan di bagian barat Nusantara dan di Indonesia
Timur.
Pada masa orang Portugis tiba di
Nusantara, penduduk daerah pesisir Sumatera dan Jawa sudah masuk Islam. Lagi
pula, dari sudut politik mereka relatif kompak; mereka telah membentuk kerajaan-kerajaan
yang kuat dengan wilayah yang relatif besar, seperti Aceh, Johor, Banten, dan
Demak. Oleh karena itu, Missi tidak berhasil mendapat tempat berpijak di sana.
Hanya di kota Malaka, yang pada kurun masa 1511-1641 merupakan benteng utama
Portugis di sebelah timur Goa, terdapat jemaat Kristen yang agak besar, yang
dikepalai seorang uskup. Tetapi jemaat ini terdiri atas pendatang dari Eropa
dan keturunan mereka. Di tempat lain di bagian barat Kepulauan Nusantara tidak
pernah ada jemaat yang mantap. Dalam tahun 1580-an ada missi di bagian Jawa
Timur yang masih beragama Hindu; satu abad kemudian seorang pater dari Italia
bernama Ventimiglia berhasil menembus ke pedalaman Kalimantan Selatan. Tetapi
kedua usaha itu gagal.
Perkembangan di Indonesia Timur
lain. Sebagaimana telah dijelaskan di depan, di sana orang Portugis tidak dapat
menentukan sendiri haluan yang hendak mereka tempuh, tetapi lebih banyak harus
bereaksi terhadap aksi pihak lain. Demikian juga halnya dengan missi mereka.
Agama Kristen memang berhasil ditanamkan di Indonesia Timur. Hanya, cara
perluasannya tidak seperti padi atau tanaman pangan lain, yang ditanam secara
berencana, tetapi lebih banyak seperti rumput-rumputan yang tumbuh di mana saja
benihnya dibawa oleh angin atau burung. Serikat Yesus mencoba menyebarkan Injil
dengan lebih teratur. Tetapi di tengah badai peperangan, mereka pun tidak
berhasil menanamkan jemaat-jemaat di daerah-daerah baru. Di kemudian hari, di
Tiongkok, Jepang, dan India, orang Yesuit dan anggota ordo lainnya menunjukkan
bahwa mereka sanggup membangun gereja yang mantap, asal saja mereka dapat
bekerja dalam suasana damai.
Pada tahun 1522, tidak sampai
setengah abad sesudah Islam masuk di Ternate, orang Portugis mendirikan benteng
di pulau itu. Dengan demikian, untuk sementara waktu mereka menjadi sekutu
orang Ternate (yang beragama Islam). Dalam tahun-tahun berikutnya beberapa
pembesar Ternate berhasil dibaptis, tetapi dinasti kerajaan dan massa rakyat
tetap berpegang pada agama Islam, yang mereka anut sejak tahun 1473. Jemaat
Kristen di Ternate tetap ”jemaat benteng”. Tetapi di beberapa daerah lain lahir
jemaat-jemaat Kristen pribumi. Baiklah kita menyadari bahwa jemaat-jemaat ini
merupakan hasil prakarsa orang Maluku sendiri. Di Halmahera, penduduk
sejumlah kampung di pantai timur pulau itu meminta agar orang Portugis di
Ternate melindungi mereka dari musuh dan menerima agama para pelindung mereka
(1534). Mereka diberi pengajaran agama ala kadarnya, kemudian dibaptis dan
diberi nama baru, yaitu nama Portugis. Dengan demikian, pola konversi ke agama
Kristen mirip konversi ke agama Islam.
Pada jangka panjang, jemaat-jemaat
Kristen di Halmahera tidak dapat bertahan, karena mulai tahun 1570 berkobar
perang antara Ternate dan orang Portugis, yang telah membunuh Sultan Ternate,
Hairun. Pembunuhan itu menyebabkan persekutuan yang lama berbalik menjadi
permusuhan, dan alasan politis yang digambarkan di atas sudah tidak berlaku
lagi. Jemaat benteng di Ternate disapu bersih bersama bentengnya, dan di
Halmahera pun agama Kristen tidak dapat bertahan. Akan tetapi, sementara itu
benih Kristen berhasil ditanamkan di Ambon. Sekitar tahun 1510 Islam
dibawa ke Hitu dari Jawa. Pada tahun 1538, Sultan Ternate (Islam) dengan
bantuan sekutunya orang Portugis (Kristen), menyerang orang Hitu (yang Islam),
yang dibantu oleh armada dari Jawa. Orang Hitu dikalahkan. Lalu sejumlah
kampung di sekitar Teluk Ambon, yang belum masuk Islam, meminta bantuan orang
Portugis. Mereka juga dengan sendirinya menerima agama sahabat mereka.
Di kemudian hari agama Kristen
meluas ke kampung-kampung lain di Ambon dan Lease. Sama seperti orang Kristen
di Halmahera, yang di Ambon tidak dapat hidup damai. Mereka terus-menerus harus
menahan serangan dari pihak Ternate dan Hitu, dan mereka harus membantu Tidore
dalam peperangannya melawan Ternate. Tetapi, berbeda dengan Halmahera, di Ambon
agama Kristen dapat bertahan dan di kemudian hari juga meluas.
Agama Kristen menyebar juga ke Sulawesi
Utara dan Kepulauan Sangihe. Pada tahun 1563 Raja Manado dan
sejumlah rakyatnya dibaptis. Raja Siau kebetulan sedang berkunjung ke sana dan
ikut dibaptis; penduduk Pulau Siau sendiri menyusul beberapa tahun kemudian.
Tetapi karena orang Portugis semakin terdesak oleh Ternate, benih ini tidak
dapat dipelihara. Baru dalam abad ke-17, ketika orang Spanyol dari Filipina
memperluas pengaruh mereka ke kawasan ini, berhasil dibentuk jemaat-jemaat yang
agak mantap.
Agama Kristen juga tersebar di satu
wilayah yang terletak di luar lingkungan pengaruh Sultan Ternate, yaitu di Nusa
Tenggara Timur. Daerah ini penting bagi para pedagang Portugis karena
menghasilkan kayu cendana, yang sangat laku di India dan Tiongkok. Pada tahun
1556 lima ribu orang dibaptis di Pulau Timor. Lahirlah jemaat-jemaat Kristen di
Flores dan di beberapa pulau lain. Di sini Ordo Dominikan yang aktif. Mereka
mendirikan semacam negara religius, dengan pusat di Pulau Solor. Benteng di
Solor pun merekalah yang membangunnya. Di daerah ini juga kelompok Kristen
terlibat dalam peperangan dan sering diserang oleh kekuatan dari luar. Tetapi
mereka bertahan dan bertumbuh menjadi semacam daerah kantong Portugis di Asia
Tenggara.
Dengan demikian, penyebaran agama
Kristen dalam abad ke-16 merupakan awal sejarah agama itu di Indonesia. Kita
menyebut beberapa cirinya. (1) Agama Kristen tidak dipaksakan kepada orang
Indonesia, tetapi diterima oleh mereka berdasarkan berbagai pertimbangan
politis, ekonomis, etnologis, militer. (2) Maka penyebaran agama Kristen tidak
merupakan fenomena religius semata, tetapi terjalin dengan berbagai faktor lain.
(3) Titik berat jemaah Kristen terdapat di Indonesia Timur. (4) Bagi
penganutnya, agama Kristen bukan unsur asing, melainkan milik sendiri. Agama
dan budaya asli serta agama yang baru berpadu menjadi identitas baru. (5) Orang
Kristen bersedia mempertahankan dan membela identitas mereka yang baru itu
terhadap segala musuhnya. Zaman itu pun menghasilkan saksi iman yang bersedia
mati karena imannya.
D.
Jalan Masuk dan Perkembangannya di
Indonesia
Sama
seperti aliran Lutheran, aliran Calvinis ini masuk ke Indonesia pertama kali
bersamaan dengan datangnya orang-orang Belanda/VOC ke Indonesia pada permulaan
abad ke-17. Sebagian besar pegawai VOC adalah orang-orang Kristen
Protestan-Calvinis, dan mereka inilah yang pertama kali mendirikan Gereja yang
beraliran Calvinis di Indonesia. Di kemudian hari (mulai abad ke-18), aliran
gereja ini masuk dengan lebih deras lagi ke Indonesia berbarengan dengan
datangnya zending-zending Protestan dari Negeri Belanda. Hasil dari pekerjaan
zending-zending ini adalah berdirinya sejumlah besar gereja di Indonesia
(khususnya di Indonesia bagian Timur) yang menyatakan diri beraliran Calvinis.
Dari
segi kuantitas, aliran Calvinis ini memiliki penganut terbesar di antara
gereja-gereja di Indonesia. Paling tidak hal ini dapat dilihat dari jumlah
gereja anggota PGI. Di antara 68 gereja anggota PGI (sampai dengan 1993),
sekurang-kurangnya separuh dari mereka mengaku sebagai Calvinis. Beberapa di
antaranya yang dapat dicatat di sini ialah: GPM, GMIM, GMIT, GPIB, GBKP, GKI
(Jabar, Jateng, Jatim), GKP, GKJ, GKJW, GKPB, GKS, GMIST, GKST, Gereja Toraja,
GTM, GKSS, GEPSULTRA, GMIH.
E. Pengaruh Calvin dan Ajarannya
Sebagaimana praktik Calvin di
Jenewa, terbitan-terbitannya menyebarkan gagasan-gagasannya tentang bagaimana
Gereja Reformasi yang benar itu ke banyak gereja dan pemerintahan di bagian
Eropa. Calvinisme menjadi sistem teologi dari mayoritas Gereja Kristen di
Skotlandia, Belanda, dan bagian-bagian tertentu dari Jerman dan berpengaruh di
Prancis, Hongaria (khususnya di Transilvania dan Polandia).
Perkembangan yang cepat itu bukan
saja oleh Akademi dan tulisan-tulisannya tetapi juga melalui surat menyurat
dengan para pemimpin reformasi di Negara lain, dengan raja-raja dan
pembesar-pembesar dunia. Dengan demikian Jenewa menjadi pangkalan baru untuk
pembaruan gereja. Hal ini terbukti dalam beberapa dekade, Jenewa sudah berubah
menjadi apa yang disebut oleh John Knox sebagai ”Sekolah Kristus yang paling
sempurna yang pernah ada semenjak zaman para rasul”.
Pengaruh Calvin atau Calvinisme di Indonesia
dimulai pada saat orang-orang Belanda mendirikan satu kongsi dagang yang diberi
nama “Verenigde Oostindicche Compagnie (VOC). Badan ini diberi hak oleh Dewan
Kota sebagai pemerintah yang berdaulat. Hak yang diberikan kepada VOC untuk
bertindak sebagai pemerintah yang berdaulat, menyiratkan bahwa VOC harus
melakukan apa yang menurut pemahaman Calvinis yang dicantumkan dalam pasal 36
Pengakuan Iman Belanda, wajib dilakukan oleh pemerintah Kristen. Namun karena
beberapa kendala maka pada zaman VOC, gereja yang ditanam adalah gereja
Calvinis. Namun Calvinisme itu tidak berakar dalam dan kurang memberi warna
khusus pada kekristenan di Indonesia.
Saat VOC dibubarkan, gereja berada
dalam keadaan yang menyedihkan karena tidak ada lagi pemberitaan Injil kepada
orang-orang pribumi. Namun sekarang pekabaran Injil kepada orang-orang
Indonesia mengalami perkembangan, dan pengaruh Calvinisme tetap terasa dalam
gereja-gereja di Indonesia. Pengaruh yang terlihat nyata dalam gereja-gereja di
Indonesia adalah masih terlihat gereja-gereja yang bercorak Calvinis dengan
ajrannya yang ketat, serta pemerintahan gereja yang diadopsi dari pemerintahan
yang ditetapkan oleh Calvin di Jenewa.
BAB III
KESIMPULAN
Signifikansi misi gereja yang dapat
diteladani dari Calvin adalah penekanannya terhadap ajaran-ajaran Kristen yang
alkitabiah kepada jemaat melalui khotbah-khotbah dan juga
pengajaran-pengajaran. Gereja bertanggung jawab untuk mendidik jemaat sehingga
dalam seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan, dan lain-lain terpancar kemuliaan Tuhan, karena
Tuhan bertakhta dalam segala aspek kehidupan manusia.
Satu karya besar dari Calvin yang
menjadi harta gereja adalah buku Institutio (Pengajaran Agama Kristen) yang
menjadi pedoman pengajaran iman Kristen. Misi Calvin untuk gereja dan jemaat
telah tertuang dalam buku itu. Oleh karena itu, dalam menjalankan misi Tuhan,
kita harus tetap mempertahankan ajaran yang alkitabiah agar gereja tidak mudah
diombang-ambingkan oleh berbagai ajaran yang menyesatkan di zaman akhir ini.
Misi calvin adalah mengembalikan gereja kepada kebenaran pada zaman dan dalalm
konteksnya, maka misi kita pada zaman akhir ini juga adalah tetap mempertahankan
ajaran gereja yang Alkitabiah dan mengembalikan gereja yang mulai keluar dari
kebenaran yang Alkitabiah kepada dasar ajaran yang alkitabiah yaitu para rasul.
Gereja Gereformeerd pada zaman VOC
menerima warisan Missi dan mengonsolidasikannya. Kehidupan rohani warga gereja
merupakan hasil perjumpaan dunia tradisional Indonesia dengan alam pikiran
Eropa pada zaman pra-Pencerahan. Agama dan budaya asli serta agama Kristen
Eropa ini berpadu menjadi identitas baru. Dengan demikian, agama Kristen menjadi
bagian jatidiri penduduk daerah yang bersangkutan. Maka pada akhir abad ke-18
agama Kristen sungguh berurat berakar, paling tidak di daerah ”pusat”, seperti
Maluku Tengah. Gereja memiliki prasarana berupa gedung-gedung gereja yang kokoh
dan kepustakaan Kristen, antara lain terjemahan Alkitab dalam bahasa Melayu.
Mulai dari abad ke-17, warga gereja berkebangsaan Indonesia turut aktif
mengabarkan Injil, baik di daerah mereka sendiri maupun di daerah lain.
KEPUSTAKAAN
Christian de Jonge. Apa itu Calvinisme, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
F. D. Wellem, Riwayat
Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003
I. H. Enklaar, Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1996
Th. van den End.
Institutio (Pengajaran Agama Kristen), Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar