Sabtu, 23 November 2013

PENGAMATAN FILM TANAH SURGA



LAPORAN PENGAMATAN FILM

Nama               : Marlince Blegur
Semester          : VII (Tujuh)
Dosen              : Esterina A. Juniva, S.Th
Mata Kuliah    : Kode Etik Profesi Keguruan
Judul Film       : Tanah Surga
Durasi              : 90 menit
Sutradara         : Herwin Novianto dan Dedy Mizwar
Produser          : Gatot Brajamusti dan Bustal Nawawi
___________________________________________________________________________

Latar film ini diambil di suatu dusun terpencil di pelosok Kalimantan, di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Di dusun tersebut hanya ada satu sekolah dengan satu ruang dan satu papan tulis yang semuanya dibagi menjadi dua, yaitu sebelah sisi untuk kelas 3 dan sisi lainnya untuk kelas 4. Tidak jauh berbeda dengan tenaga pengajar, yaitu Ibu Guru Astuti adalah orang yang secara kebetulan dan terpaksa mengajar di dusun itu. Problematika pendidikan di daerah-daerah perbatasan karena minimnya fasilitas sarana dan pra-sarana merupakan penyebab dari rendahnya minat dan tingginya keengganan sumber daya manusia tenaga pengajar untuk bertugas di daerah pelosok seperti itu.
Cerita film ini diawali dengan Haris anak Hasyim, memilih hidup di Malaysia karena menurutnya Malaysia jauh lebih memberi harapan bagi masa depannya. Dia juga bermaksud mengajak seluruh keluarga pindah ke Malaysia termasuk bapaknya. Astuti, seorang guru sekolah dasar di kota datang tanpa direncanakannya. Ia mengajar di sekolah yang hampir rubuh karena setahun tidak berfungsi. Tak lama berselang dr. Anwar, seorang dokter muda datang ke daerah itu, karena tidak mampu bersaing sebagai dokter professional di kota. Salman dan Salina gembira hatinya karna kedatangan guru Astuti dan dr. Anwar, yang oleh penduduk dikenal dengan sebutan dokter intel.
Pelajaran yang bisa dipetik dari film Tanah Surga, mengenai kondisi sosial masyarakat perbatasan  yaitu:
  1. Keadaan di perbatasan Malaysia jauh lebih ramai dan modern, disana ada pasar dan sarana prasarana yang lengkap, sedang di perbatasan RI sangat memprihatinkan.
  2. Saat berada di patok perbatasan, disisi Malaysia jalanannya sudah diaspal mulus, di RI masih tanah kerontang.
  3. Sinyal komunikasi di perbatasan RI masih sulit, sebaliknya di Malaysia lancar.
  4. Sarana Pendidikan di Perbatasan RI hanya ada 1 SD, dengan bangunan kumuh dan hanya ada 1 guru.
  5. Ringgit lebih laku ketimbang Rupiah. Masyarakat perbatasan RI lebih banyak berbisnis di pasar malaysia.
  6. Masyarakat di Perbatasan lebih mengenal lagu2 di Radio ketimbang lagu Kebangsaannya Sendiri.
  7. Bendera Merah Putih hampir tak dianggap lagi.
  8. Keadaan Papan, Sandang, dan pangannya sangat memprihatinkan.
  9. Sarana Kesehatannya nyaris Nihil. Tak ada klinik atau ke Puskesmas, lokasi Rumah sakit hanya ada di kota Kabupaten.
Terlepas dari kondisi yang memprihatinkan dan ironi, ada sedikit harapan dimana beberapa  dari mereka masih memiliki semangat Nasionalisme terhadap Republik Indonesia Tercinta. Sebuah rasa yang akhirnya dapat tertular ke masyarakat yang lainnya untuk dapat lebih mengenal Indonesia, tanah air yang mereka diami dari lahir. Sebuah semangat pengabdian pula yang harus kita tiru dari para guru, dan dokter yang bertugas di wilayah itu. Setidaknya kita masih punya harapan bahwa mereka yang diperbatasan sebenarnya juga cinta dengan Indonesia bahkan mereka pun juga punya impian dan cita-cita untuk Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang kesejahteraannya tak hanya dapat dinikmati oleh beberapa orang kaya yang tinggal di kota tetapi juga untuk merata untuk semua warga negaranya termasuk untuk setiap mereka yang tinggal di wilayah perbatasan negara ini.
Ada satu bagian yang saya suka dalam film ini dimana saat Salman membacakan sebuah puisi di depan seorang pejabat Institusi Pendidikan yang sekaligus menyindirnya tentang kondisi negeri yang sekarang ini. Keadaan dimana mereka tidaklah begitu diperhatikan oleh pemerintah dan bahkan mungkin kita sendiri tak memperhatikannya atau hanyalah acuh dengan kondisi mereka karena kenikmatan yang telah mereka terima di tengah perkotaan.

KESIMPULAN
Kita harus mempunyai Jiwa Nasional yang Tinggi, Patriotisme yang Tinggi, serta harus cinta terhadap tanah air. Serta bagaimana cara kita menyikapi tentang betapa kurangnya negeri ini jika dibandingkan dengan bangsa lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar